Semoga keselamatan, kesejahteraan melimpah kepada kita semua. Semoga rahmat dan hidayah Allah tercurah kepada kita. Kita semua selalu dalam nikmat iman dalam petunjuk dan jalan yang diridhoiNya.

UMAT ISLAM , BERSATULAH !!!

Cukup banyak himbauan dalam
al-Qur 'an dan as-Sunnah untuk
menjalin hubungan
persahabatan dan persaudaraan
diantara kaum Muslimin, antara
lain bisa dilihat misalnya dalam :
"Sesungguhnya orang-orang
Mukmin itu saling bersaudara."
(Qs. al-Hujurat 49:10)
"Dan orang-orang Mukmin, laki-
laki dan perempuan, sebagian
dari mereka adalah penolong
[wali] bagi sebagian yang
lain. " (Qs. at-Taubah 9:71)
Dalam beberapa Haditsnya
Rasulullah Saw pun bersabda :
"Janji keselamatan bagi kaum
Muslim berlaku atas mereka
semua, dan mereka semua seia-
sekata dalam menghadapi
orang-orang selain mereka.
Barangsiapa melanggar janji
keamanan seorang Muslim, maka
kutukan Allah, Malaikat dan
manusia sekalian tertuju
kepadanya dan tidak diterima
darinya tebusan atau pengganti
apapun pada hari kiamah kelak. "
"Seorang Muslim adalah saudara
bagi Muslim lainnya. Tidak boleh
ia menganiayanya dan tidak pula
membiarkannya dianiaya.
Barangsiapa mengurusi
keperluan saudaranya sesama
Muslim, niscaya Allah akan
memenuhi keperluannya sendiri.
Dan barangsiapa membebaskan
beban penderitaan seorang
Muslim, maka Allah akan
membebaskan penderitaannya
dihari kiamat kelak. Dan
barangsiapa menutupi aib
seorang Mukmin, maka Allah
akan menutupi aibnya dihari
kiamat. "
"Hindarkan dirimu dari
persangkaan buruk,
sesungguhnya yang demikian itu
adalah sebohong-bohong
perkataan. Jangan mencari-cari
aib orang lain, jangan memata-
matai, jangan bersaingan
menawar barang dengan
maksud merugikan orang lain,
jangan saling menghasut, jangan
saling bermusuhan dan jangan
saling membenci. Jadilah kalian
hamba-hamba Allah yang
bersaudara. Dan tidaklah halal
bagi seorang Muslim
mendiamkan saudaranya sesama
Muslim lebih dari 3 hari. "
"…Lantaran itu, damaikanlah
diantara dua saudara kamu dan
berbaktilah kepada Allah agar
kamu diberi rahmat. "
(Qs. al-Hujurat 49:10)
"Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya
sebagian dari prasangka itu
adalah dosa; dan janganlah
kamu mengintai-intai dan
janganlah sebagian dari kamu
mengumpat sebagian yang lain;
apakah suka seseorang dari
kamu memakan daging bangkai
saudaranya ? Tentu kamu akan
merasa jijik kepadanya !
Bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah itu
Pengampun, Penyayang."
(Qs. al-Hujurat 49:12)
Telah diketahui secara pasti
bahwa hanya dengan Islam dan
beriman secara sungguh-
sungguh, seorang hamba dapat
meraih puncak keridhoan Allah
azza wajalla. Ulama-ulama dari
Ahlus-Sunnah bersepakat bahwa
hakikat Islam dan Iman adalah
pengucapan 2 kalimah syahadat,
pembenaran adanya hari
kebangkitan, mendirikan sholat 5
waktu karena Allah,
melaksanakan ibadah Haji bila
mampu, berpuasa dibulan
Ramadhan serta mengeluarkan
zakat.
Bukhari dalam kumpulan
hadistnya telah meriwayatkan
beberapa sabda Rasulullah Saw :
"Barangsiapa bersaksi bahwa
Tiada Tuhan selain Allah,
menghadap kiblat kita,
mengerjakan sholat kita dan
memakan hasil sembelihan kita,
maka ia adalah seorang Muslim.
Baginya berlaku hak dan
kewajiban yang sama sebagai
Muslim lainnya. "
Berdasarkan ayat-ayat Allah dan
fatwa Nabi Muhammad Saw
diatas, adalah tidak pada
tempatnya kita selaku manusia
yang mengaku beragama Islam
dan mengaku telah beriman
secara Kaffah menciptakan
suasana rusuh dan
mengobarkan semangat
perpecahan dikalangan sesama
Muslim.
Maukah kita mendapatkan
kecaman dari Allah dan Rasul-
Nya ?
Umat Islam sudah cukup lama
terombang-ambing dalam
gelombang perpecahan aneka
ragam alirannya dan masing-
masing pihak merasa hanya
kaumnya sajalah yang paling
benar serta layak memasuki
syurga dan selain kaum mereka
ini maka kaum lainnya berada
pada posisi salah dan halal
neraka baginya.
Tidak urung ayat-ayat al-Qur'an
dan Hadist-hadist Nabi justru
dijadikan ujung tombak untuk
menghantam lawan bicaranya
sesama Muslim, entah itu mereka
yang menisbatkan diri dalam
jemaah Ahlus-Sunnah, Syi 'ah,
Muktazilah, Khawarij, Ahmadiyah
dan sebagainya.
Tidakkah mereka sadar bahwa
yang mereka perdebatkan ini
tidak lain adalah sesuatu
penafsiran terhadap hal yang
sama dalam sudut pandang yang
berbeda.
Imam Ali bin Abu Thalib r.a,
adalah contoh teladan kedua
sesudah Rasulullah Saw yang
mengajarkan mengenai hakikat
persaudaraan sesama Muslim,
menghargai keutuhan persatuan
umat dibawah panji-panji
kebenaran Tauhid.
Beliau menolak mengikuti
keinginan sebagian dari para
sahabat untuk melakukan
pemberontakan terhadap
pemerintahan Khalifah Abu Bakar
sepeninggal Rasulullah Saw, dan
disaat ia menjabat selaku
Khalifah, sikap ini terus
dipertahankannya bahkan dalam
medan pertempurannya
menghadapi gerakan 'Aisyah
pada peristiwa perang Jamal dan
disaat menghadapi
pemberontakan kelompok
Muawiyah.
Imam Ali bin Abu Thalib r.a,
begitu mengedepankan rasa
persaudaraan antar umat Muslim
diatas perasaan dirinya pribadi
sehingga beliaupun rela
mendapat kecaman dari
sejumlah orang atas sikapnya
yang lunak dengan Muawiyah
yang mengakibatkan pecahnya
pemberontakan kaum Khawarij
sampai terbunuhnya beliau
dalam salah satu kesempatan.
Tindakan dan sikap yang diambil
oleh Khalifah ke-4 yang juga
menantu Nabi Muhammad Saw
ini sudah pasti bukan tindakan
yang tidak disertai pertimbangan
dan kearifan yang tinggi, sebagai
salah seorang sahabat dan
keluarga terdekat dari Rasulullah,
Imam Ali bin Abu Thalib r.a,
tentunya merupakan orang yang
paling mengerti mengenai Islam
dan ia bukan seorang yang
pengecut.
Dengan demikian, hendaklah
kiranya kaum Muslimin sekarang
ini sudi untuk merenung dan
menganalisa secara bijak
mengenai perpecahan yang
terjadi diantara mereka,
perpecahan yang mengarah
kepada permusuhan dan
kebencian bukan menjadi satu
rahmat namun justru merupakan
malapetaka.
Kehormatan seorang Muslim
haruslah dijunjung tinggi
meskipun mungkin Muslim
tersebut memiliki sudut pandang
berbeda dengan kita terhadap
hal-hal tertentu, ini bukan alasan
untuk mengkafirkan mereka
apalagi menumpahkan darahnya
dengan mengatasnamakan
kebenaran.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari
Abdu Dzar :
" Telah berkata Nabi Saw
kepadaku, bahwa malaikat Jibril
berkata: 'Barangsiapa diantara
umatmu meninggal dunia dalam
keadaan tiada menyekutukan
Allah dengan sesuatu apapun,
maka ia akan masuk syurga. ";
kemudian aku bertanya:
' Kendatipun ia pernah berzina
dan mencuri ?"; Jawab Nabi
Muhammad Saw: "Ya, walaupun
ia pernah berbuat hal itu."
Hadist diatas ini bukan
bertendensikan menghalalkan
tindakan kejahatan atas umat
Muhammad Saw akan tetapi
memiliki orientasi kepada
pengagungan harkat dan
martabat seorang Muslim.
Jelas bahwa Allah tidak lalai dari
apa yang kita kerjakan, suatu
perbuatan yang negatif, apabila
dilakukan secara terus menerus
tentunya akan menyebabkan
ketergeseran derajat
kemanusiaan seseorang
dihadapan Allah, dan lambat laun
seorang Muslim-pun dapat
menjadi seorang yang fasik atau
munafik dan tidak menutup
kemungkinan dia malah menjadi
kafir kepada Allah sehingga
jaminan Allah ini menjadi hilang
atas dirinya.
Diberbagai tempat kita
meributkan masalah ke-
Khalifahan, orang Syi 'ah merasa
lebih tinggi dari ahlus-Sunnah
dan sebaliknya kaum ahli-Sunnah
pun tidak jarang malah
memperolok-olokkan kaum
Syi 'ah dan bahkan beberapa
diantaranya sampai
mengkafirkan mereka hanya
karena mereka lebih mencintai
ahli Bait Nabi Muhammad Saw
dan mengeluarkan kritikan-
kritikan pedas atas beberapa
Muslim generasi awal.
Fenomena Ahmadiyah juga
menggelitik sejumlah umat Islam
untuk mendeskreditkan
sebagian dari mereka sampai
mengeluarkan fatwa tidak
syahnya status ke-Islaman semua
Jemaah ini.
Dikalangan ahlus-Sunnah
terdapat banyak Madzhab yang
dipimpin oleh Imamnya masing-
masing, diantaranya yang
terbesar adalah Imam Hambali,
Syafi'i, Maliki dan Hanafi, ke-4
Jemaah ini memiliki banyak sekali
perbedaan-perbedaan didalam
penafsiran atas ayat-ayat Allah
dan juga petunjuk Rasul-Nya,
dimulai dari masalah Thaharah,
Sholat, Puasa, Nikah, Talak dan
seterusnya.
Dibalik beberapa kesamaannya,
masing-masing mereka
memberikan argumen dari sudut
pandang yang berbeda tentang
banyak hal yang sama.
Padahal, apabila kita ingin
berbicara jujur, perselisihan yang
terjadi antar umat Islam dan
antar Jemaah maupun Mazhab
hanyalah karena masing-masing
memiliki penafsiran berbeda
tentang al-Qur'an dan Hadist
Rasul, namun apakah hal ini bisa
menjadikan satu alasan untuk
memberikan vonis kekafiran
kepada mereka ?
Andaikanlah diantara penafsiran
sebagian dari mereka ini
menyimpang dari apa yang
seharusnya, namun ini tetap saja
belum mengeluarkan status ke-
Islaman yang melekat pada diri
mereka, tentunya selama mereka
tetap berpegangkan kepada satu
Kalimah "Tidak ada Tuhan
tempat mengabdi selain Allah,
Tuhan yang memiliki nama-nama
terbaik dan memiliki sifat-sifat
suci, yang tidak beranak dan
tidak diperanakkan. "
Kehormatan seorang Muslim
tetap terjamin meskipun dia
mengucapkan kalimah "La ilaha
illa Allah" sebagai penyelamat
dari suatu usaha pembunuhan,
dan ini diceritakan oleh banyak
perawi Hadist.
Muslim dalam salah satu hadist
yang diriwayatkannya dari
berbagai saluran ada
menceritakan :
"Bahwa suatu hari 'Utban bin
Malik al-Anshari mengunjungi
Rasulullah Saw dan meminta
agar beliau mau singgah
kerumahnya dan sholat
didalamnya, karena ia ingin
menjadikannya Musholla. Dalam
satu pembicaraan diantara
mereka, Nabi menanyakan
keberadaan salah seorang dari
sahabat 'Utban yang bernama
Malik bin Ad-Dukhsyun bin
Ghunm bin 'Auf bin 'Amr bin 'Auf
yang diketahui sebagai orang
yang munafik.
Beberapa sahabat keheranan
dan mencoba mengingatkan
Nabi bahwa 'Utban itu adalah
orang yang munafik, tapi Nabi
mengeluarkan jawaban : "Jangan
berkata demikian, tidakkah kamu
melihatnya telah berucap "La
ilaha illa Allah" semata-mata demi
keridhoan Allah ?"; diantara para
sahabat masih ada yang
penasaran dan mencoba kembali
mengeluarkan argumennya :
" Memang benar ia mengucapkan
yang demikian, namun tidak
disertai dengan ketulusan
hatinya, sungguh kami sering
melihatnya pergi dan berkawan
dengan orang-orang munafik. "
Nabi menjawab : "Tiada
seorangpun bersaksi bahwa
Tiada Tuhan melainkan Allah dan
bahwa aku adalah Rasul Allah
yang akan dimasukkan kedalam
api neraka atau menjadi
umpannya. "
Demikianlah seharusnya kita
didalam berpijak, tidak mudah
melemparkan tuduhan kepada
seseorang atau sekelompok
kaum hanya karena berbeda
pendapat dengan diri kita,
sedangkan bagi orang yang
jelas-jelas seperti Malik bin Ad-
Dukhsyun saja Rasulullah Saw
tidak melemparkan ucapan
kekafiran atasnya dan malah
mengedepankan rasa baik
sangka sebagaimana yang
diajarkan oleh Allah.
Satu keselarasan yang bisa kita
kemukakan disini satu ayat al-
Qur 'an :
"Sesungguhnya orang-orang
Mu'min, orang-orang Yahudi,
orang-orang Nasrani dan orang-
orang Shabiin, siapa saja
diantara mereka yang benar-
benar beriman kepada Allah, Hari
kemudian dan beramal saleh,
mereka akan menerima ganjaran
dari Tuhan mereka, tidak ada
ketakutan terhadap mereka, dan
tidak berduka cita. "
(Qs. al-Baqarah 2:62)
Nyata sekali bahwa jangankan
kepada orang yang mengakui
ke-Rasulan Muhammad Saw bin
Abdullah, bahkan bagi mereka
yang tidak mengakui kenabian
Muhammad pun yang dalam
istilah kita sekarang ini termasuk
dalam kategori Unitarian tetap
mendapatkan jaminan dari Allah
untuk memperoleh ganjaran
disisi-Nya selama mereka tidak
mengadakan Tuhan-Tuhan
dalam bentuk apapun selain Allah
yang Maha Esa, yang Tidak
beranak dan tidak diperanakkan,
yang tidak memiliki kesetaraan
dengan apapun dalam keyakinan
mereka.
Kita seringkali terlalu banyak
memperturutkan rasa ke-
egoismean semata didalam
menghadapi orang yang tidak
sejalan dengan kita yang akibat
dari semua ini akan menyulut
konflik berkepanjangan dan
tidak berkesudahan.
al-Qur'an dalam surah ali Imran
(3) ayat ke 159 menganjurkan
untuk mengadakan musyawarah
didalam mencapai jalan keluar
terbaik, selain itu ; juga dalam
Surah yang lain, al-Qur 'an pun
memberikan kebebasan bagi
manusia untuk melakukan dialog
pertukar pikiran secara baik-baik
dan saling menghargai.
Seorang manusia dilarang
mencemooh manusia lainnya
berdasarkan firman Allah dalam
surah al-Hujurat (49) ayat 11 dan
beberapa firman Allah berikut ini
pun harus menjadi renungan
tambahan bagi kita :
"Sesungguhnya mereka yang
suka akan tersebarnya
keburukan dikalangan kaum
beriman akan mendapatkan azab
yang pedih didunia dan
akhirat …"
(Qs. an-Nur 24:19)
"Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah kamu menjadi
manusia yang lurus karena Allah,
menjadi saksi dengan adil; dan
janganlah kebencian kamu atas
satu kaum menyebabkan kamu
berlaku tidak adil.
Berbuatlah adil, ini lebih
mendekatkan kamu kepada
ketakwaan; takutlah kamu
kepada Allah sebab Allah amat
mengetahui apa yang kamu
kerjakan. "
(Qs. al-Maidah 5:8)
Kita acapkali jengkel dengan
penafsiran segelintir jemaah
terhadap ayat-ayat al-Qur 'an dan
juga al-Hadist, mereka memutar
balikkan semuanya sekehendak
hati mereka sehingga masing-
masing merasa bahwa ayat-ayat
dan Hadist-hadist tersebut
memperkuat aliran mereka,
namun sesuai amanat al-Qur'an,
yang demikian tidak berarti
harus kita sikapi dengan anarkis
dan menghilangkan sudut
keobjektifitasan kita.
Marilah kita saling bahu
membahu antar sesama saudara
seiman didalam menegakkan
ajaran Allah, para pengikut ahli
Bait menjalin hubungan baik
dengan mereka yang mengaku
sebagai pengikut sunnah Nabi;
dan keduanya ini pun haruslah
mau untuk tidak memutuskan
tali silaturahmi terhadap
mereka yang berasal dari jemaah
Ahmadiyah dan begitulah
seterusnya secara wajar.
Kita boleh bertukar pikiran dan
kita juga tidak dilarang untuk
saling berdebat, mari kita
kemukakan dalil-dalil yang kita
miliki dan kita yakini menunjang
apa yang kita jalani, jikapun tidak
terdapat jalan keluar terbaik,
marilah kita benci pendapatnya
saja namun bukan orangnya.
"Apabila kamu berbantahan
disatu permasalahan, hendaklah
kamu mengembalikannya
kepada Allah dan Rasul apabila
adalah kamu beriman kepada
Allah dan hari kemudian. "
(Qs. an-Nisa' 4:59)
Banyak orang mengatakan
bahwa melakukan Bai'at
terhadap pemimpin itu wajib
hukumnya, namun ber-bai 'at
terhadap Allah dan Rasul-Nya
Muhammad Saw jauh melebihi
dari kewajiban berbai'at kepada
siapapun.
Jika mencintai ahli Bait adalah
suatu keharusan, maka
berpegang kepada Sunnah itu
pun merupakan bagian dari
keimanan.
Mari kita hargai hasil ijtihad dari
masing-masing manusia
sebagaimana kita juga ingin
orang lain menghargai pendirian
yang kita yakini.
Tulisan ini tidak untuk ditujukan
pembenaran suatu klaim dari
jemaah tertentu dan tidak pula
dimaksudkan untuk
menyudutkan suatu pandangan
tertentu pula, semua ini hanyalah
karena terdorong rasa kerinduan
terhadap hadirnya kembali ruh-
ruh Muhammad maupun sosok
Ali bin Abu Thalib r.a yang
mencintai persaudaraan dan
kesatuan umat Islam.
"Sesungguhnya mereka yang
memperdebatkan ayat-ayat Allah
dengan tidak ada alasan yang
datang kepada mereka, tidak ada
didada-dada mereka melainkan
kesombongan yang mereka tidak
akan sampai kepadanya. "
(Qs. al-Mu'min 40:56)
"Dan janganlah kamu mengikuti
apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan didalamnya.
Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya
itu akan diminta
pertanggunganjawabnya. "
(Qs. al-Israa 17:36)

Tidak ada komentar: